Perubahan iklim merupakan salah satu isu yang saat ini menjadi perhatian semua pihak. Perubahan iklim ini menciptakan dampak negatif baik pada manusia maupun sumber daya pertanian. Salah satu ancaman terbesar dalam dunia pertanian adalah terjadinya perubahan iklim yang dapat menyebabkan terjadinya gagal panen. Pertanian dan perubahan iklim mempunyai kaitan yang sangat erat karena sektor pertanian sangat bergantung dan sangat rentan terhadap perubahan iklim sehingga pengetahuan petani dalam menghadapi perubahan iklim sangat penting.
Desa Tiwu Nampar dan Desa Macang Tanggar merupakan desa yang terdapat di Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dua desa tersebut sangat merasakan dampak dari perubahan iklim yang terjadi.
Dampak dari perubahan iklim ini adalah menurunnya kualitas, kesuburan dan daya dukung lahan yang menyebabkan produktivitas hasil pertanian juga ikut menurun, begitu juga dengan ketersediaan air yang semakin terbatas dan kualitasnya pun yang semakin menurun. Hal ini diperparah dengan fenomena el nino yang dimulai pada akhir 2023 usai terjadinya Fenomena langka “Triple dip” la nina yang berlangsung sejak tahun 2020 hingga tahun 2023 kini mereka harus menghadapi potensi la nina pada tahun 2025. Hal ini mengakibatkan bergesernya jadwal tanam, kesalahan menentukan kalender musim, dan paling buruk adalah gagal panen untuk para petani. Tidak sedikit petani yang menyerah dengan keadaan hingga memilih untuk menanam tanaman Tahunan seperti porang.
Petani Kehilangan Arah
Perubahan iklim yang sedang terjadi memiliki konsekuensi yang signfikan terhadap pola musiman. Hal ini menjadi tantangan bagi para petani di kedua wilayah ini dalam mengatur penanaman dan panen untuk tanaman mereka. Pergeseran musim yang tidak terduga seringkali membuat petani kesulitan untuk menentukan waktu. Hal ini mengganggu waktu tanam dan memanen hasil pertanian juga menimbulkan ketidakpastian yang berdampak pada produktivitas dan keberlanjutan usaha pertanian menjadi turun. Petani juga harus menghadapi tantangan yang semakin besar dalam merencanakan dan mengelola produksi pertanian mereka, karena cuaca yang tidak dapat diprediksi secara akurat.
Pada tahun sebelumnya kedua Desa ini melakukan penanaman sayur-sayuran mulai bulan Maret, tetapi kali ini mereka mengalami perubahan atau pergeseran masa tanam. Hal ini terjadi karena cuaca yang sangat ekstrim. Juga terjadi satu bulan lalu, dimana para petani mengalami keresahan karena terjadinya hujan badai kurang lebih satu minggu. Akibat dari hujan badai ini adalah tanaman padi yang akan dipanen dua minggu lagi mengalami rebah/roboh.
Persaingan di Kota Super Premium
Meningkatnya intensitas aktifitas masyarakat di Labuan Bajo merupakan sebuah peluang yang sangat besar, dimana kebutuhan akan pangan menjandi salah satu faktor penting di dalamnya. Namun kelesuan kegiatan pertanian ini juga membuat petani tidak dapat ikut berpartisipasi dalam persaingan pasar ditengah peningkatan status Labuan Bajo sebagai kota super premium. Akibatnya, kebanyakan komoditi pertanian di Labuan Bajo kebanyakan dbawa dari luar wilayah yang notabene lebih jauh dari kedua Desa tersebut.
Dampak perubahan iklim pastinya tidak dapat dihindari saat ini. Oleh karena itu kemampuan untuk melakukan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim menjadi sangat penting bagi masyarakat guna meminimalisir terjadinya penurunan hasil pertanian. Terutama jika kelangsungan hidup masyarakat yang sangat bergantung pada aktivitas pertanian.***
Penulis: Angelina Marice
Staff Lapangan wilayah Desa Macang Tanggar dan Desa Tiwu Nampar
Leave a Reply