Opini: Pestisida Bukan Obat, Nestapa Misspresepsi Hingga Domino Effect

Menyebut pestisida atau bahan lainnya sebagai ‘obat’ kini menjadi hal lumrah di kalangan petani. Hal ini sesungguhnya disebabkan oleh pola pikir yang sederhana, dimana petani melihat tanaman yang mereka kembangkan terdapat ketidak-normalan singkat kata mereka menyimpulkan  bahwa tanamannya “sakit” sehingga dibutuhkanya sebua solusi sederhana yaitu pestisida yang di sebut sebagai “obat”. Analogi umum yang digunakan seperti disaat demam dan perlu nengonsumsi obat penurun demam. pun penyebutan ini menjadi penyebutan yang sangat melekat dan ringan di lidah. 

Hal ini pun di manfaatkan oleh oknum-oknum di toko pertanian yang ingin meraup untung yang lebih. Jargon “obat pertanian yang ampuh mengatasi hama” disebarkan secara aktif secara ofline maupun online baik itu di platform toko online maupun di sosial media. Disinilah awal mula permasalahan yang hemat saya dapat menjadi efek domino kedepanya.

Perlu diketahui bahwa pestisida kimiawi sering kali disalahartikan sebagai “Obat” untuk tanaman. Padahal, jika diartikan secara harfiah, pestisida berasal dari kata Pest (hama) dan cide (membunuh), yang artinya adalah racun pembunuh hama. Namun, mengapa banyak orang, terutama petani, masih menganggapnya sebagai “obat”? Di balik presepsi ini, ada faktor psikologis yang kompleks dan perlu diurai dengan bijak.

Pestisida adalah bahan kimia yang dirancang untuk membunuh atau mengendalikan organisme pengganggu, seperti hama, penyakit, dan gulma. Fungsinya bukan untuk menyembuhkan tanaman, melainkan untuk membasmi ancaman di sekitarnya. sederhananya, pestisida yang sering kita gunakan dan disalah artikan selama ini adalah seperti obat nyamuk: kita menyemprotkannya untuk membunuh nyamuk, bukan untuk menyembuhkan ruangan yang “sakit”. Namun, jika digunakan berlebihan, obat nyamuk justru bisa membahayakan kesehatan manusia. Begitu pula dengan pestisida – jika digunakan secara tidak tepat, dampaknya bisa merugikan lingkungan dan kesehatan.

Mengapa Pestisida Dikira Obat

Presepsi bahwa pestisida adalah “obat” muncul dari beberapa faktor psikologis dan sosial. Pertama, efek instan yang ditimbulkan pestisida. Ketika petani melihat hama mati setelah disemprot, mereka langsung mengasosiasikan pestisida sebagai solusi ajaib. Ini seperti seseorang yang minum obat pereda nyeri: rasa sakitnya hilang seketika, tapi akar masalahnya belum tentu teratasi.

Kedua, pengaruh sosial dan budaya. Di banyak komunitas pertanian, penggunaan pestisida sudah menjadi kebiasaan turun-temurun. Seperti analogi ikan dalam akuarium: jika semua ikan berenang ke satu arah, ikan baru akan mengikutinya tanpa bertanya mengapa. Petani pun cenderung mengikuti apa yang dilakukan oleh tetangga atau orang tua mereka, tanpa mempertanyakan efektivitas atau risikonya.

Ketiga, bias kognitif. Manusia cenderung mencari informasi yang sesuai dengan keyakinannya dan mengabaikan yang bertentangan. Jika petani sudah percaya bahwa pestisida adalah solusi terbaik, mereka akan mengabaikan bukti-bukti tentang dampak negatifnya. Ini seperti  seseorang yang hanya membaca berita yang sesuai dengan opininya , tanpa mau mendengar sudut pandang lain.

Domino effect dari misspresepsi terhadap pestisida

Dalam system pengendalian hama terpadu PHT adalah Langkah Penggunaan pestisida menjadi langkah paling akhir yang disarankan karena berbagai dampak yang dapat ditimbulkan seperti pecemaran lingkungan (penurunan kualitas tanah, air dan udara, residu yang ditinggalkan, mematikan organisme yang bukan target) dan bahkan mengganngu kehatan dan dapat membuat hama lebih resisten atau sederhananya hama menjadi lebih tahan terhadap perstisida yang digunakan

Hama yang makin resisten atau kuat ini dapat kita analogikan sebagai antibiotik. Antibiotik dirancang untuk membunuh bakteri penyebab penyakit, tetapi jika digunakan secara berlebihan atau tidak tepat, bakteri bisa menjadi kebal, dan antibiotik kehilangan efektivitasnya. Hal yang sama terjadi dengan pestisida: penggunaan berlebihan membuat hama menjadi resisten, dan pestisida tidak lagi efektif membasmi hama. Kita pun akhirnya harus merogoh dana lebih dalam pengelolaan tanaman.

Foto: Evaluasi dan Perencanaan Tahap IV, Tahun 2025

Pada akhirnya kta pun tenggelam dalam ketergantungan terhadap pestisida, tidak melihan aturan dosis dalam penggunaan, yang penting masalah hama teratasi namun kesehatan pun di kesampingkan. Hasil penelitian Nahas (2013) di menemukan di salah satu wilayah di kabupaten kupang petani tifak menggunakan pestisida sangat intensif dan tidak sesuai dengan anjuran yang berlaku. Hasilnya residu yang ditinggalkan semakin menumpuk baik itu di tanah, air ataupun hasil panen yang dikonsumsi Masyarakat.

Pada aspek kesehatan, berbagai studi telah menunjukan bahwa beberapa penyakit yang dialami Masyarakat bersumber dari residu pestisida. Pencemaran pestisida memiliki potensi bahaya kesehatan dimana residu yang ditingaalkan dan dikonsimsi damat menyebabkan ISPA, kanker, diare, sestem kekebalan menurun, dan gangguan saraf (Dzulfikar, 2023). Dan perlu diingat dampak residu pertanian ini tidak hanya dialami oleh pengguna pestisida tetapi dapat dialami oleh Masyarakat luas. Hal yang akrab disebut obat itu pun menjadi sumber permasalahan umum.

  Pestisida adalah Racun, Bukan Obat

Pestisida kimia sintetik adalah racun yang dirancang untuk membunuh hama, bukan obat untuk menyembuhkan tanaman. Presepsi yang salah tentang pestisida sebagai “obat” muncul dari faktor psikologis, sosial, dan kurangnya edukasi. Pemerintah mestinya lebih massif dalam mengendalikan informasi yang beredar di Masyarakat. Seperti edukasi yang lebih massif kepada petani dan juga kontrol terhadap banyaknya hal yang menimbulkan misspesepsi. System pemantauan menjadi sangat penting agar keamanan masarakat luas lebih terjaga.

Dengan pendekatan yang tepat, kita bisa mengubah presepsi ini dan beralih ke praktik pertanian yang lebih berkelanjutan.

Seperti halnya kita tidak akan minum racun untuk menyembuhkan penyakit, kita juga tidak boleh mengandalkan pestisida sebagai satu-satunya solusi untuk pertanian. Mari kita mulai dari diri sendiri , untuk menciptakan pertanian yang sehat dan ramah lingkungan.

Untuk mengatasi persoalan domino efek yang di sebabkan oleh pestisida anorganik, metode pertanian organik menjadi salah satu tawaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki Kembali kondisi yang telah terjadi. Pertanian organic meawarkan pertanian yang lebih ramah lingkungan, kesehatan dan juga lebih murah bagi petani  terlebih lagi disaat persoalan iklim yang tengah menghantui kita semua. ***

Categories: ,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *